Penulis: M. Nashir Syam, S.Ag.,M.Pd.I
Penulis adalah Sekretaris I MUI Kab. Ketapang
Persaudaraan adalah jembatan yang menghubungkan kita meski pilihan berbeda. Jadikan Pilkada sebagai momen untuk mempererat ukhuwah dan saling menghormati.
M. Nashir Syam
Insya Allah November 2024 ini kita akan melaksanakan pesta demokrasi, yakni pemilihan kepala daerah, baik untuk tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Sebagai umat beragama dan beriman kepada Allah Swt seyogyanya kita bersama berdoa semoga penyelenggaraan Pilkada berjalan dengan aman, tertib, damai dan mendapatkan ridho dari Allah Swt. Serta menghasilkan pemimpin yang amanah menuju terciptanya Ketapang yang maju dan sejahtera. Aamin Yaa Rabbal Alamin.
Dalam pada itu, penyelenggaraan Pilkada ini harus senantiasa dijiwai oleh semangat persaudaraan. Sebab sejatinya kita bersaudara. Pilihan pastilah berbeda. Entah berbeda dalam menentukan pilihan paslon maupun berbeda partai. Perbedaan dalam konteks agama Islam, adalah sebuah keniscayaan atau sunnatullah. Tidaklah semua umat ciptaan Allah yang bernama manusia itu sama dalam segala hal. Jangankan masalah pilkada, selera suami isteripun pasti berbeda. Kakak adik juga berbeda selera demikian pula saudara kembar, pasti berbeda. Justeru dengan perbedaan, seharusnya kita bertambah dewasa dan matang dalam mensikapinya.
Persaudaraan itu dapat kita definisikan sebagai ikatan atau pertalian yang mengikat kuat antara dua orang atau lebih karena adanya kesamaan di antara mereka. Kesamaan itu bisa saja karena faktor keturunan, sama-sama berasal dari ayah-ibu atau kakek-nenek yang sama (kita kenal dengan sebutan saudara kandung atau saudara seketurunan), atau sama-sama waktu kecil pernah menyusu kepada satu perempuan yang sama (dikenal dengan sebutan saudara sepersusuan), atau sama-sama berasal dari tempat lahir atau tempat tinggal yang sama (disebut saudara sebangsa-setanah air), atau sama-sama memeluk agama yang sama (sering disebut saudara seiman-seagama), dan lain sebagainya.
Dalam perspektif Islam, persaudaraan atau ukhuwah itu 3 (tiga) macam, yakni ukhuwah insâniyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah Islamiyah.
Pertama adalah ukhuwah insâniyah, atau ada juga yang menyebut dengan ukhuwah basyariyah artinya persaudaraan sesama umat manusia. “Insân” artinya manusia, dan “insâniyah” artinya kata sifat berkenaan dengan manusia atau bersifat kemanusiaan. Rasulullah saw. mengatakan bahwa kita semua adalah bersaudara yang berasal dari moyang yang sma yaitu Adam dan Hawa.
Persaudaraan jenis ini dinyatakan oleh Rasulullah saw. pada kesempatan sedang melaksanakan ibadah haji, saat berkumpulnya umat Islam dari berbagai penjuru. Apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw. saat itu merupakan deklarasi kepada masyarakat dunia tentang prinsip dasar persaudaraan yang diajarkan oleh Islam. Beliau bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya Tuhanmu adalah Satu dan bapakmu adalah satu. Semua kalian berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah. Orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Tidak ada keutamaan bagi bangsa Arab atas bangsa bukan Arab kecuali karena ketakwaannya. Saksikanlah, ya Allah: Apakah aku sudah menyampaikan (amanat ini) kepada kalian?” Orang-orang yang mendengar menjawab, Ya, sudah.” Beliau melanjutkan, “Hendaklah orang yang hadir menyampaikan pesan ini kepada yang tidak hadir.” (HR Bukhari).
Prinsip ukhuwah insâniyah ini sejalan dengan firman Allah swt antara lain dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 13.
Kemudian yang kedua adalah Ukhuwah Wathaniyah.
Ukhuwah wathaniyah adalah persaudaraan sesama warga yang tinggal di wilayah yang sama. “Wathan” artinya tanah air, tempat kelahiran, tanah tumpah darah, kampung halaman. Dengan begitu, kata bentukannya, “wathaniyyah”, adalah kata sifat yang artinya berkenaan dengan tanah air atau bersifat ketanahairan. Dalam konteks kita sekarang, seluruh warga Indonesia yang tinggal dari Sabang sampai Merauke adalah bersaudara, karena sama-sama lahir dan/atau tinggal di wathan (tanah air, negeri) yang sama, tanpa melihat latar belakang agamanya atau keturunannya.
Persaudaraan jenis ini diakui oleh agama Islam. Kehadiran Islam, meskipun mengenalkan jenis persaudaraan baru yang berdasarkan kesamaan iman dan agama, tidak lantas membasmi jenis persaudaraan yang lain. Ini dapat kita tangkap dari sikap Rasulullah saw. yang mengikat warga Madinah dalam sebuah ikatan perjanjian yang dalam sejarah kemudian dikenal dengan Piagam Madinah atau Konstitusi Madinah. Di Madinah, secara kesukubangsaan dan kekabilahan, masyarakatnya beragam. Sekadar menyebut contoh, ada suku Aus, Khazraj, Bani Qaynuqa’, Banî Nadhir, dan sebagainya. Secara agama, mereka juga masyarakat yang plural, multiagama. Ada penganut Yahudi, penganut Nasrani, dan penganut Islam. Mereka yang berlatar belakang berbeda-beda itu diikat dalam satu persaudaraan, yaitu persaudaraan ketanahairan, persaudaraan sesama warga yang tinggal di wilayah yang sama, ukhuwwah wathaniyyah.
Ketiga adalah Ukhuwah Islâmiyah.
Ukhuwah islâmiyah ini adalah sebuah konsep persaudaraan yang mengajarkan bahwa setiap muslim sejatinya adalah saudara bagi muslim yang lainnya dan dia juga harus memandang muslim lainnya sebagai saudaranya, tanpa memandang latar belakang keturunannya, tanah kelahirannya, kebangsannya, atau pertimbangan-pertimbangan lainnya. Tentu ada konsekuensi dari persaudaraan Islam ini. Ada hak dan kewajiban yang timbul dari persaudaraan ini. Di antara kewajiban dasar seorang muslim yang menjadi hak bagi muslim lainnya adalah memberi salam ketika berjumpa, menjawab panggilan atau menghadiri undangannya, memberi saran atau nasihat jika diminta, mengucap yarhamukallâh (semoga Allah merahmatimu) ketika ia bersin dan dia mengucap al-hamdu lillâh, menjenguknya ketika ia sakit, dan mengantar jenazahnya ke pemakaman ketika ia meninggal dunia. Hak dasar ukhuwah islâmiyah ini dapat kita temukan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Ketiga jenis ukhuwah atau persaudaraan ini harus selalu tertanam pada diri kita, mempedomani, menghayatinya dan mengimplementasikannya dalam menyambut dan melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik, yakni memberikan suara pada Pilkada. Jangan gara-gara berbeda pilihan Pilkada, kita kehilangan sahabat, kita kehilangan orang-orang yang kita sayangi. Jangan gara-gara Pilkada suami-isteri bertengkar bahkan bercerai. Mari jadikan Pilkada ini justeru sebagai ajang silaturahim sesama untuk mempererat ukhuwah. Kebersamaan, persatuan dan persaudaraan menjadi sangat utama. ■